Kisah bermula pada hari rabu siang (19 Februari 2014). Saat itu, ada pembagian bahan batik dari kantor, satu untukku, satu untuk suamiku. Diminta agar bahan batik itu dijahitin, karena mau dipakai di acara ratekda. Baju batik itu akan dikenakan di acara pembukaan hari ahad malam (23 Februari 2014). Setelah melihat jadwal, jadilah hari ahad siang kita harus sudah chek in, karena ada jadwal briefing berkaitan dengan pekerjaan kami di kantor. Intinya, aku harus berjuang keras agar bahan batik itu berubah menjadi baju batik, maksimal sampai ahad siang, sudah dicuci dan disetrika, nggak ada sepekan.
Haaaaa, awalnya suami juga ragu, uda dibujuk dirayu agar dijahitin di tukang jahit aja. Wajar sih, suamiku ragu, lhaaawong belum pernah liat aku buat baju, lhaaawong waktunya mepet gitu, lhaawoong masih masuk kantor, paling bisa kerja full di hari sabtu karena libur. Aku yakin, aku bisa, bisa, bisa, pasti bisa, Allah mengikuti prasangka hamba-Nya. Itulah modal menjahitku.
Akhirnya, aku poto tu bahan batik, aku upload di instagram, trus tag nama temen-temen yang sudah mahir didunia jahit-menjahit. Dapatlah saran banyaaaak berkaitan dengan tataletak motifnya. Terimakasih teman-teman semuanya.
Selanjutnya, aku searching bagaimana membuat polanya. Sebenernya ini bukan pengalaman pertamaku membuat baju. Dulu, zaman SMA pas ikut eksul menjahit pernah praktik membuat baju sendiri. Dari membuat pola, sampai bajunya aku kenakan sebagai seragam sekolah. Tapiiii, itu uda duluuu banget, uda nggak nyimpen juga polanya dimana. Lagian itu banyak yang dibantuin sama pak Mul (nama panggilan guru menjahitku). Pertemuan satu membuat ini, pertemuan selanjutnya ini, jadi aku tinggal ngikutin aja. Trus pas ikut eksul itu, masih pakai mesin jahit manual, yang dibawahnya semacam dikayuh gitu, trus ada roda besar di tepinya gitu yang dikontrol pake tangan. Kalau boleh jujur, aku memang merasa lebih susah memakai mesin jahit yang itu, lebih praktis yang sekarang, hihihi, secara teknologi uda semakin berkembang.
Oiyaaa, kok malah cerita sih. Lanjut tentang proyek bajuku yaaa…
Alhamdulillah, Allah berkehendak aku bisa mampir di salah satu tulisan, di situ ada cara membuat pola dasar, pola muka, dan pola belakang kemejanya. Tapi di tulisan itu nggak aku temuin pola untuk lengan panjangnya.
Hahahaha, uda setengah jadi tapi belum nemu pola lengan, suamiku semakin ragu. Soalnya aku buat kemeja tanpa melakukan proses ukur ke badan gitu. Pokoknya bisa dibilang penjahit yang super amatiran lah.
Pas suamiku tanya, “Kok Mas, nggak diukur-ukur gitu sih?”
“Ini adee pakai yang ukuran M di internet kok, semoga saja pas, hehe. Soalnya, belum punya meteran yang buat ngukur kaya di penjahit-penjahit gitu”, jawabku polos
“Dulu kan, pas di toko jahit, uda pernah Mas tawarin”
“Hehehe, soalnya dulu nggak kepikiran bakal mau kepake, nggak kepikiran mau jahit baju”
“Ehmmm, makanya kalau Mas bilang beli sesuatu, beli yaaaa”
“Haaaaa, iya deh Cintaa”
Akhirnya pola lengannya aku coba cari di tempat lain. Trus kerahnya juga hasil liat di youtube di tempat lain pula. Semoga saja suamiku tidak semakin ragu, hahaa, secara polanya aku dapet dari link yang beda-beda, trus nggak diukur gitu ke badan, tapi aku pake penimbang kemeja suami yang uda jadi sih.
Akhirnyaaa, meskipun menceng sana-menceng sini, kami tetep seneng make baju batiknya. Bisa berwujud baju, plus tidak sobek pas dipakai aja, aku udah sangat bersyukur. Allah yang berkehendak. Diri ini hanyalah makhluk yang lemah. Tiada daya, tanpa pertolongan dari-Nya…
Segala puji hanya bagi-Mu ya Allah. Engkau yang Maha Berkehendak. Semua atas ridho dan kehendak-Mu. Di acara penutupan, atas kehendak Allah, suamiku dipanggil untuk maju ke depan, juara I untuk penulisan karya ilmiah.
Segala puji bagi-Mu ya Allah, kami hanyalah makhluk yang lemah, semua karena kehendak-Mu…
//