0

[126] Hidup dengan Membawa Pesan dari Balik Kematian


Sebuah kalimat yang kerap disampaikan oleh Ustadz Bachtiar dalam kajian, yaitu: Hiduplah dengan membawa pesan dari balik kematian. Apa maksudnya?? Mau tau jawabannya? Yuk ngaji 🙂

Dalam kajian kamis malam di bulan Mei 2012, Ustadz menyampaikan tetang data di memori kita. Pada dasarnya otak di kepala ini netral. Ustadz pernah menjelaskan bahwa otak di kepala ini pada dasarnya dikendalikan oleh otak yang ada di dalam jantung. Karena ada otak di dalam jantung. Orang berilmu belum tentu yakin, karena hakikat ilmu itu adalah jika sudah pada level yakin. Keyakinan itu lah yang bisa membuat kita bisa melihat fakta. Dan keyakinan itu adalah hakekat dari sebuah kebenaran.

“Anda yakin nggak kalau alam barzah itu ada?
Yakinnn (jawaban serentak)
“Tapi pasti akan hang kalau saya tanya, bagaimana Anda bisa yakin?”
Ada jamaah yang terdiam, ada juga jamaah yang saling bertanya satu sama lain.

Kemudian Ustadz kembali menjelaskan, “Yakin itu kan dasarnya ilmu, kok bisa yakin tanpa ilmu? Sama saja langsung jatuh cinta tapi tidak kenal. Belum kenal tiba-tiba ‘I love you’. Tetapi saya bisa jawab, sebetulnya kadang apa yang kita sebut dengan kenyataan itu adalah tergantung data yang masuk ke dalam benak kita ini.”

Kemudian Ustadz Bachtiar bercerita, berikut ceritanya:
“Ada peristiwa. Seorang pengendara mobil mengalami tabrakan. Pada mulanya ia mengendarai mobilnya dengan kencang, hingga akhirnya ia kehilangan kendali.
 “Aaaaaaaaaaaaaa” (teriakan sang pengendara). Karena sudah tak tahu lagi bagaimana menghadapi persoalannya, ia pun pingsan. “Daaaaarrrrrr” (tabrakan hebat pun terjadi). Jadi ceritanya, ia pingsan sebelum tabrakan. Deg degg degg deggg, tubuhnya luka, hingga akhirnya masuk IGD pun dalam keadaan tidak sadarkan diri.
Bangun-bangun tubuhnya sudah penuh dengan perban dan kain kasa. Kemudian ia sibuk bertanya, Kenapa saya? Kenapa saya?

Pertanyaannya, apakah ia merasakan sakit saat tabrakan?
“Tidak,” jawaban jamaah
Ustadz kembali bertanya, “Kenapa tidak?”
“Karena pingsan”, jamaah kembali menjawab
“Gampang sekali jawabannya.”

“Peristiwa kedua. Tidur, mimpi dikejar-kejar harimau. Dalam mimpi. Ketakutan, lari terengah-engah. Lari, loncat kiri kanan, naik pohon, dikejar, turun lagi, masuk ke sungai, berenang, dijagain sama harimau, nyebrang lagi, ditarik bajunya. Hingga akhirnya setelah ia capek karena lelah, harimau pun loncat dan menggigit tanggannya. “Haaaaauuuuugg”, suara gigitan harimau.
Dia pun bangun, duduk dari kasurnya, terenggah-enggah dan merasakn sakit. Padahal tidak lari dan tidak digigit. “Haaaaahhhhhh” (suara teriakan kaget saat terbangun). Kemudian ia pegang tanggannya dan ia merasakan sakit, Padahal ia tidak berada di TKP. Sementara yang di TKP tidak merasakan apa-apa. Fenomena apa ini? Yang di TKP tidak sakit, yang tidak di TKP tapi sakit. Anda mau yang mana? Sayangnya nggak bisa milih. Itu tergantung pada data apa yang banyak di dalam dirimu.”

Pikiran saya pun ikut tersentak dengan pemamaran yang disampaikan Ustadz. Dalam hati bercengkrama, ‘Iya ya, kenapa saya tak pernah memikirkan hal ini sebelumnya. Pernah sih, mimpi yang serem-serem seperti itu, merasa dikejar sesuatu lantas terbangun dalam keadaan kaget. Tapiiii, kok hanya sebatas angin lalu. Kadang, kalau masih ingat malah diceritakan kepada orang lain ketika telah terbangun. Hanya sebatas mimpi tidur, dan tidak mendapatkan peningkatan keimanan setelah itu. Rabbana.

Kemudian Ustadz kembali menjelaskan, “Maksud saya begini, bahwa apa yang kita rasakan sakit ketika kita tidak di TKP, itu kan sebetulnya hanya ada dalam pikiran kita, di dalam memori kita. Jadi yang sakit itu sebetulnya apa sih? Apa sih yang disebut dengan sakit itu? Orang dibakar, kemudian pembuluh syarafnya sudah hangus terbakar, karena itu ia kebal kan? Jadi, apa sih yang disebut dengan sakit? Saya juga nggak tau, saya cuma nanya-nanya aja,” dengan nada khas beliau.

Kemudian Ustadz melanjutkan bahasannya,“Saya ingin mengajak Anda, coba keluar, masuk pada alam keyakinan bahwa situasi itu ada. Beriman itu perlu pengetahuan, pengetahuan itu perlu keyakinan, ketertundukan. Di fenomena pertama, dia di TKP tapi tidak merasakan sakit itu karena apa?
“Tidak sadar,” jamaah menjawab
Oke tidak sadar. Tidak sadar berarti? Apa maksudnya tidak sadar di situ?
Ini penting dijawab, karena saya akan tanya kepada Anda. Anda lebih suka mana? Diazab di dunia tapi berasa? Atau di azab di dunia oleh Allah tapi nggak berasa? Mau yang mana? Kalau disuruh milih. Setiap kita pasti pernah berdosa dong. Anda mau pilih yang mana? Disiksa di dunia berasa atau nggak berasa. Untung yang mana? Untung berasa lah ya. Karena kalau kita diazab berasa kita bisa segera bertaubat. Jadi siapa yg sedang sakit, sedang difihnah, siapa yang sedang menderita, yaaaa amanlah. Yang parah itu kalau tidak diberikan daya rasa itu oleh Allah.

Anda bakal yakin adanya Tuhan, Anda bakal tau adanya syurga dan neraka, Anda bakal mengerti bahwa alam barzah itu ada, bagaimana nikmat dan azab kubur itu tergantung memori Anda. Apakah ada data tentang itu.

Orang bule misalnya, nggak yakin sama tahayul, ada mukena goyang-goyang, bermasalah nggak? Nggak.
Gara-gara orang Indonesia punya memori tentang adanya hantu karna kurang kreatif. Ada mukena goyang-goyang dibilang? Hantu.  Jadi sebetulnya hantu itu dimana? Di memorimu sendiri. Pengalamanmu sendiri. Begitu pula daya rasa bertuhan. Daya rasa bertuhan itu sebetulnya setiap orang itu sudah diberikan oleh Allah, tinggal pengetahuan dari Tuhan itu sendiri yang mestinya dimasukkan dalam bentuk apa saja yang disebut belajar. Sehingga potensi daya rasa bertuhan dengan pengetahuan itu kemudian klop. Maka pekerjaan besar setan adalah menutup telingamu supaya kamu tidak kenal siapa Tuhanmu. Menutup telinga berarti kamu tidak diinput data, ilmu di dalam memori tentang siapa Tuhanmu, dan kecelakaan terbesar adalah para penyembah materi  atau orang yang menuhankan ilmu. Mereka tidak akan pernah sampai pada hakekat pengetahuan yang namanya keyakinan, keyakinan yang membawa ke alam fakta nantinya.
Akhirat itu fakta atau fiksi?
Fakta atau fiksi tergantung oleh apa?
Keyakinan
Keyakinan darimana?
Ilmu
Ilmu tentang akhir darimana?
Allah
Ilmu fisika bisa menjelasakan?
Tidak.

(*Untuk membaca lengkap kelanjutan kisahnya, silakan download digital booknya di sini)

0

[125] Digital Book ‘Catatan Ngaji’


Karena hanya Engkau yang sempurna,

karena hanya Engkau yang Maha Kuasa,

Segala puji hanya bagi-Mu ya Rabb…

Karena rahmat-Mu ya Rabb, akhirnya digital book berjudul ‘Catatan Ngaji AQL’ edisi pertama pun rampung, meskipun masih banyak kekurangan di sana-sini.

Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Selamat membaca 🙂

cat

Silakan klik di sini untuk mendownloadnya. Semoga bermanfaat 🙂