0

[61] Ketika KAU Memilih-ku


(gambar hasil googling)

Telinga sering mendengar, lantas mulut dengan ringan dan lancar berbicara, “yang sabar ya”. Mata sering menjadi perantara dalam membaca, kemudian dengan cekatan jari-jari menari dalam keyboard membuat beberapa kalimat standart pelipur lara pada saudara di seberang. Hal itu tak salah, wajar dan semoga bukan sekedar formalitas. TAPI, tapi apakah kita sering mengajak hati dan  pikiran kita untuk sekedar bertamasya dan mengimajinasikan, “bagaimana kalau kita dalam posisi itu???” Apa yang harus kita lakukan ketika kita menjadi subjek utama yang berkostum hitam setia di dekat jenazah? Lebih dalam lagi, apa yang telah kita persiapkan manakala kitalah yang menjadi objek berselimut kain kafan itu?? Pantaskah kita sekarang tertawa sombong, sedang bekal tak lebih dari sekedar buih.

Ya Rabb, ketika Kau memilih-ku, akankah jasatku tersenyum sebagai isyarat bahwa aku menjalankan prosesi sakaratul maut dengan damai atau justru sebaliknya??

Ya Allah yang maha berkehendak atas segala sesuatu, jadikanlah roncean waktu darimu menjadi butiran momentum untukku. Momentum yang aktif bergerak untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Tersadar, diri ini berpandangan terbatas, tak bisa dan tak akan bisa melihat garis finish, akhir dari perjalananku. Bahkan, perabot canggih bermerk buatan tangan pintar manusia pun, tak ada yang mampu untuk memprediksi panjang durasi hidup seseorang. Yaaaa, karena kematian adalah rahasia dari-Mu.

Seuntai misteri. Hidup, tanpa tau kapan akan berakhir. Sebagian dari cara Allah untuk menguji hamba-Nya. Jika hidup ibarat menulis, aku ingin menulis kalimat-kalimat yang indah dengan tinta emas dalam buku kehidupanku. Mencoba memperbaiki kalimat-kalimat sumbang yang pernah ku tulis. Karena aku ingin menjadi jasat berselimut putih yang tersenyum manis, ketika Engkau memilihku. Bimbing aku ya Rabb,