5

[146] Penantian #1


Menikah dengan laki-laki terbaik yang telah Allah pilihkan, kemudian diberikan rezeki mempunyai momongan yang shaleh dan shalehah. Betapa bahagianya…

Tapi, setiap orang punya kisah sendiri-sendiri, baik dalam menemukan cinta, dan mendapatkan momongan…

Satu Juli 2012, aku resmi menyandang gelar sebagai seorang istri. Kalau sekarang udah menginjak akhir bulan Februari 2014, berarti usia pernikahanku sudah lebih dari satu setengah tahun, hampir 2 tahun malah. Dan sampai saat ini, aku masih setia menanti amanah dari Allah, menanti saat-saat bahagia ketika hamil, menanti kapan rasa mual hamil itu tiba, menanti saat-saat indah untuk bisa dipanggil ‘ibu’.

Tentang kami dan penantian kami… Perempuan mana yang tidak bahagia ketika bisa hamil dan melahirkan anak-anak yang shaleh/shalehah?

Masih lekat dalam ingatanku, ketika aku memulai sesuatu dengan cara yang salah. Ceritanya kurang lebih seperti ini. Pada bulan-bulan awal pernikahan, aku masih cuek bebek, ketika ada yang bertanya perihal kehamilan. Semakin bertambah usia pernikahan, timbulah rasa ‘jenuh’ dengan pertanyaan seperti itu dan seperti itu. Hingga semakin menjadi-jadi sebagai ‘beban pikiran’, dan tentunya semakin dipikir semakin tidak baik. Dan dari situlah aku mulai melakukan kesalahan, dan kesalahan. Aku sibuk mencari info-info via internet perihal ‘agar cepat hamil’. Keyword yang aku ketik tidak jauh-jauh dari kata-kata itu. Saat itu, aku pun tak menyadari bahwa aku telah memulai dengan cara yang salah. Begitu terus, dan terus.

Setelah sekian lama tak kunjung jua membuahkan hasil, setelah hati ini mantap, kami pun memutuskan untuk pergi ke dokter. Dokter spesialis yang kami anggap mampu memberikan solusi dari permasalahan kami. Satu kali kunjungan, dua, tiga, dan empat. Berpikir akan mendapatkan solusi dengan datang dan membayar sejumlah uang tertentu. Begitulah pemikiran bodohku saat itu. Kesalahan masih terus berlanjut, setelah mendapatkan diagnosa dari sang dokter, aku pun sibuk dengan segala bentuk aktivitas yang dulu tak pernah terpikir olehku. Harus makan ini, tidak boleh makan itu, sibuk ke dapur dengan membawa alarm karena harus merebus sayur dalam sekian menit, harus melakukan olahraga ini, tidak boleh itu, dan semua embel-embel yang membuat aku tersadar. Sadar akan kehampaan dan kejenuhan dengan semua rutinitas itu. Sadar bahwa aku telah lupa akan sesuatu. Sadar bahwa aku telah memulai dengan sesuatu yang salah.

Berikhtiar pergi ke dokter memang bukan sesuatu yang salah. Kesalahanku adalah karena aku melupakan Allah di awal aku memulai. Aku seakan terlupa bahwa Allah lah yang berkehendak akan kehamilanku. Aku yang justru lebih dulu berkunjung ke orang yang tidak tahu apa-apa, bukan berkunjung ke Allah yang jelas Maha Tahu, Maka Berkuasa, Maha Berkehendak. Aku yang salah telah mendahulukan logika di atas kebenaran dari Allah. Logika bahwa kalau begini, maka akan begitu, padahal sesuatu itu terjadi atas kehendak Allah.

Semoga Allah ampunkan dosa-dosa kami dan menjauhkan kami dari api neraka.

Betapa bersyukurnya diri ini, Allah masih menegurku. Ada suatu titik balik yang membuat aku tersadar. Teguran dari sebuah kajian di video yang aku download.

Minta sama Allah dulu. Mengadu pada Allah dulu. Dilanjutkan dengan segala bentuk ikhtiar, dengan tetap terus berdo’a.

Jangan keluhkan masalah pada oranglain, karena itu aib bagi orang beriman. Jangankan fakta, bahkan mimpi buruk pun tidak boleh diceritakan. Pesan Ust.Bachtiar Nasir yang senantiasa lekat dalam ingatanku akhir-akhir ini.

Bersepi-sepi dengan Allah dalam sepertiga malam. Rabbi habli minash sholihin. Rabbi habli minash sholihin. Rabbi habli minash sholihin. Rabbi habli minash sholihin…..

Perbaiki shalat duha, perbanyak istigfar, rajinin sedekah, lebih khusyu’ lagi menghafal Al-Qur’an, bersegera untuk menjemput panggilan Allah saat adzan berkumandang, jangan biarkan Allah menunggu.

Rabbi Habli min ladunka dzuriyatan tayyibatan innaka sami’ud du’a… Do’a Nabi Dzakaria dalam surah Ali Imran ayat 38 tersebut menjadi sering ku panjatkan. Do’a tersebut juga yang aku titipkan ketika ustadzah di Ustmani online pergi ke tanah suci tanggal 9 kemarin. Awalnya sama sekali nggak tahu tentang do’a tersebut, hingga akhirnya suamiku menuntunku untuk menghafalkannya huruf demi huruf. Semoga Allah jauhkan beliau dari api neraka.

Dengan semangat dari titik balik yang telah ku dapati, kini semakin semangat untuk berdo’a dan berikhtiar. Tak lagi ‘jenuh’ dengan pertanyaan dari orang lain perihal kehamilan. Justru, menjadi pertanyaan yang dinanti-nanti olehku, karena menjadi momen yang baik untuk menitipkan do’a kepada yang bertanya.

Harus banyak istigfar. Harus rajin sedekah. Harus bersyukur, memiliki suami dan keluarga yang senantiasa memberikan semangat dan do’a. Harus bersyukur, masih ada orang yang berusaha membuatku akhirnya bisa tersenyum kembali, setelah aku yang akhirnya bermain dengan air mata. Harus banyak bersyukur, betapa banyak hikmah yang didapati. Menjadikan diri lebih memahami bahwasanya anak adalah rezeki. Bersyukur, karena bisa mengenal banyak teman dari segala penjuru, yang punya kisah sama, bahkan lebih… Betapa kuat dan tegarnya mereka yang tak hanya bertahun-tahun, tapi juga puluhan tahun dalam penantian. Mereka dengan setiap masalahnya yang berbeda-beda dari satu orang ke yang lain. Mereka yang senantiasa saling berbagi informasi, berbagi semangat, dan dukungan moril… Sejujurnya, aku memang sering menjadi silent reader baik di group yang aku ikuti maupun story para perempuan pejuang yang juga suka nulis di blog.

Betapa Allah sangat menyayangi setiap hamba-Nya. Allah yang senantiasa memberikan yang terbaik untuk hamba-Nya. Karena skenario Allah pastilah yang terbaik…

Begitu banyak pelajaran dan hikmah yang kami dapati selama penantian.

Rabbi habli minash sholihin. Rabbi habli minash sholihin. Rabbi habli minash sholihin.

Ingin sekali menjadi seorang ibu, yang sukses menjadikan anaknya sebagai penghafal Al Qur’an………

595ec5008a6311e3bf530ec01848ca67_7//