Sebuah provinsi yang terbilang cukup mungil di tanah Sulawesi. Gorontalo. Tertanggal 26 Desember 2012 aku dan suami, beserta 7 teman seperjuangan kami dibawa Garuda ke tanah Gorontalo. Karena berdasarkan SK, kami ber-9 mendapat tugas untuk bekerja di provinsi Gorontalo. Di bawah ini adalah foto ku dan suami, saat-saat pertama menginjakkan kaki di Gorontalo. Sesaat sebelum mendarat, kami disuguhkan dengan tekstur alam yang sedikit asing. Sebelumnya, kami hanya selancar via internet untuk berkenalan, sekarang kami ta’aruf live dengan Gorontalo. Bismillah, awal yang cerah.
Tentang aku dan suamiku. Lahir dan besar di tanah Jawa, membuat kami sama-sama punya tanda tanya besar tentang bagaimanakah gerangan keadaan tanah Gorontalo? Karena dalam hitungan beberapa tahun ke depan kami akan tinggal di Gorontalo. Masih terbayang jelas hingga sekarang wajah keluarga yang mengantarkan kami berdua ke Soekarno Hatta. Tiba-tiba teringat keluarga di Purwokerto, keluarga di Sukoharjo, wajah-wajah beliau yang tak muda lagi beserta pesan-pesannya pada kami, masih saja membuat aku menyeka air mata kalau mengingatnya. Canda-canda adik-adik dan keponakan,,,
“Kaki Raji”, tiba-tiba suamiku yang terbaring di sisi kiriku berbicara di tengah tidurnya.
“Kenapa Mas?”, memeluk beliau membuat hatiku lebih tentram, ku hentikan aktifitasku mengetik sembari menyeka airmata pasca lihat-lihat foto keluarga dan kangen. (Kaki adalah panggilan untuk kakek di keluarga suamiku. Kaki-Nini = Kakek-Nenek.)
“Mimpi Kaki Raji”, begitu tutur beliau. Aku belum banyak bertanya, karena tak mau menganggu beliau. Hanya beberapa gerakan tangan dan kecupan agar beliau tidur kembali.
Hari ini kantor libur. Memungkinkan aku untuk bermain-main dengan laptop. Mendengarkan video hasil download dari web AQL plus membaca catatan ngaji bersama Ustadz Bachtiar Nasir di AQL beberapa bulan silam. Ada catatan yang membuatku sering tertarik melihatnya, dan sudah pernah juga ku tulis beberapa kali di blog ini dalam versi lain. Tapi, tetap saja masih tertarik untuk menulisnya.
Kalau hidup sekedar hidup, babi di hutan juga hidup
Kalau bekerja sekedar bekerja, kera juga bekerja (Buya Hamka)
Hiduplah dengan kekuatan prinsip. Janganlah bekerja seperti babi di hutan yang hidup dengan merusak tanaman orang. Jangan hidup untuk mengejar dunia.
Apabila kita mati, manakah yang lebih baik? Kita atau daun kering yang mati berguguran ke tanah? Daun-daun kering itu, pada saat ia hidup, ia bertasbih pada Allah, dan juga memasak dengan fotosintesis agar menghasilkan Oksigen sebagai sumber kehidupan. Bahkan, ketika ia gugur menjadi daun kering pun, ia menjadi humus yang akan menyuburkan tanah bermanfaat bagi yang lain. Sedangkan diri ini?
Diri ini, akan senantiasa berjalan menuju titik akhir perjalanan hidup. Ujung kehidupan. Dalam proses perjalanannya, kita seperti bola karet yang akan memantul dari tempat satu ke tempat lainnya. Melalui fase-fase atas izin Allah SWT. Seperti sekarang, bola karet kami memantul ke tanah Gorontalo atas izin Allah. Alhamdulillah, mayoritas muslim dan memudahkan kami untuk menemukan masjid. Karena mendengar cerita beberapa teman kami yang penempatan daerah lain, ada yang susah menemukan masjid dan harus berhati-hati dalam memilih makanan, dll. Jarak antar kabupaten pun tidak terlalu jauh. Karena provinsinya kecil, jarak kabupaten terjauh dari provinsi hanya sekitar 4 jam jika ditempuh dengan kendaraan bermotor. Hal ini lebih menguntungkan bagi kami, karena pusat kota berada di wilayah sekitar provinsi. Allah Maha Adil, tidak ada yang kebetulan terjadi, karena semua atas kehendaknya. Dan pastilah kehendak Allah yang terbaik bagi tiap-tiap makhluk-Nya. Dimana pun, kapan pun.
“Dan di sisi-Nya lah kunci-kunci keghaiban, tidak ada yang mengetahuinya selain Dia semata. Dan Dia mengetahui apa yang ada di daratan dan lautan. Tiada sehelai daun pun gugur, melainkan Dia mengetahuinya; dan tidak pula sebutir biji di kegelapan bumi, dan sesuatu yang basah dan kering, melainkan (telah tertulis) di Kitab yang nyata (Lauhul Mahfuzh).” (Al An’aam: 59)
Mari menjadi pribadi yang sensitif terhadap nikmat Allah. Peka mendeteksi karunia dari Allah. Agar kita menjadi pribadi yang pandai bersyukur. Masih bisa bernafas, berjalan, makan, dll, alhamdulillah.
Teringat salah satu cerita di AQL. Oleh-oleh dari Ustadz Bachtiar saat mengunjungi salah satu penjara Grobogan Bali. Ketika itu Ustadz berdialog dengan penghuni penjara. Kurang lebih seperti ini. Percakapannya mungkin tidak mirip, tapi intinya insyaAllah sama.
“Maukah kamu melihat keluargamu, anak-anakmu, dan istrimu makan dengan makanan yang layak, berpakaian yang layak dengan rejeki yang halal setiap harinya? Maukah kamu melihat orang disekitar keluargamu berbuat baik pada kelurgamu yang kau tinggalkan di luar penjara ini? Dalam posisi kamu masih dalam penjara.
“Bagaimana caranya?”
“Berbuat baiklah pada orang-orang yang ada di sekitarmu. Setiap bangun pagi berpikirlah, siapa yang hari ini akan saja tolong, siapakah hari ini yang akan saya pijitin,,,
Seketika penghuni penjara itu pun menangis…
Jauh dari keluarga, bukan berarti kita tidak bisa berbakti pada mereka. Dalam setiap membuka episode hari, mari berpikir “Hendak berbuat baik apakah kita hari ini?” Siapa yang hari ini hendak kita tolong?”
InsyaAllah, atas izin Allah, keluarga kita di belahan bumi sana juga akan senantiasa di tolong oleh orang lain karena Allah.