[93] SOS #part 2


Cerita sebelumnya di sini

Ini dunia mimpi, bahkan ketika aku bercerita kalau angin itu bisa bicara bukanlah hal yang mustahil. Sah sah saja kan.

Baiklah akan kulanjutkan ceritaku. Angin datang, lantas bercerita bahwa ia membawa pesan dari pangeran kecil.

“Apa pesannya? Apa pesannya?” sontak aku bertanya pada sang angin. Mataku berbinar mengharap berita baik datang untuk menyelamatkanku.

“Bacalah Nak,” sang angin menyodorkan gulungan pesan coklat bertali pita hijau. Pangeran kecil memang mnyukai warna hijau. Aku ingat itu.

Untuk tuan putriku,

Tuan putri, apakah kau baik-baik saja? Kenapa tiba-tiba aku memimpikanmu. Aku bermimpi kau terlihat sangat lelah. Menitipkan sejenak kepalamu dibahuku. Entahlah, kenapa bisa mimpi seperti itu. Tapi aku belum sempat bertanya apa yang terjadi. Mimpi itu begitu cepat. Yang ku ingat kau kenakan jilbab hijau panjang rapi dan terlihat sangat lelah. Katakan padaku apa yang terjadi.”

Dari: pangeran keong

Seketika hujan pun mengguyur. Hujan bening dari kelopak mataku. Aku hanya bisa menangis, menangis, dan menangis lagi. Bagaimana pangeran bisa sepeka itu. Apakah ini yang dikatakan ‘rasa’. Tapi, tapi, tapi aku tak bisa menemui pangeran lantas bercerita polos seperti anak kecil mirip zaman silam.

Ceritanya begini. Aku mengenal pangeran kecil beberapa abad belakangan ini. Pangeran kecil menjadi pimpinan di kelas belajarku di luar istana. Pangeran kecil memang bijak dan sabar. Yaaa, hanya sebatas nama aku mengenalnya waktu itu. Bersamaan dengan waktu itu, ada pesta panen “Gandum”. Warga istana mimpi berbondong gotong royong untuk menuai gandum. Dan semenjak panen gandum itu, kita sealiran di dunia perganduman. Usut punya usut, ternyata beberapa abad yang lalu, kita pernah satu tim. Ketika galaksi kerohanian mengelola revolusi, kami ada dalam satu tim rotasi. Berotasi tapi tak saling tahu. Berkomunikasi berlapis kring-kring ‘hijab’ dari kain itu. Aku pun masih polos, masih unyu-unyu, karena masih duduk di tingkat kecil, lebih banyak diam. Mungkin nama lengkapnya saja aku tak tahu -_-, wajah apalagi. Yang ku tahu cuma “suara” nya. Lama-lamaaaa aku tak kenal lagi dengan suara si pangeran kecil. Revolusi nya sudah bergerak acak. Galaksinya pun menjadi banyak. Dan aku menemukan galaksi yang sesungguhnya, sedangkan pangeran masih menjadi tim inti perkembangan galaksiku yang dulu*mungkin, aku juga tak tau. Sampai akhirnya, di abad terakhir ini kita dipertemukan Allah, di kelas belajar di luar istana dan pesta panen gandum.

Lanjut ke cerita gadis kecil dalam komedi. Tugas angin menyampaikan pesan terlaksana sudah. Angin pun pergi tanpa pesan balasan dariku untuk pangeran. Bagaimana aku harus membalas pesannya, aku pun bingung harus cerita darimana. Tapi aku yakin, pangeran akan datang kalau itu menjadi kehendak Allah. Karena dalam setiap kejadian, ada kehendak Allah.

Detik, menit, jam, hari berlalu, menambah putaran komedi ini. Tetapi belum kunjung juga ada tanda-tanda besi-besi komedi ini aus, lantas terhenti. Aku harus mulai menikmatinya. Aku kan gadis kecil yang selalu ceria dan bersemangat. Tak boleh cengeng terus. Itu pesan maya pangeran.

Aku mulai mengorek kenangan-kenangan. Aku pernah jalan-jalan ke ibu kota. Ku lihat banyak gedung-gedung pencakar langit. Ku putar-putar pikir, bangunan yang tingiiii itu pastilah pernah dimulai dari ‘sesuatu’. ‘Sesuatu’ yang mungkin dianggap remeh oleh orang lain. Entah itu sekedar menggali tanah untuk pondasi, ataupun peletakan batu pertama kali. Akhirnya aku terpikir sesuatu. Apakah ini kunci keluar dari komedi?*sebuah gasing pertanyaan memusar dalam benakku.

2 respons untuk ‘[93] SOS #part 2

  1. Akhirnya, sang pangeran kecil pergi ke bumi dan pertama-tama mendarat di gurun. Di sana dia bertemu dengan seekor ular yang mengklaim mempunyai kekuatan untuk mengirim seseorang ke planet asalnya. Lalu, ia bertemu dengan sebuah bunga gurun yang berkata bahwa ia melihat manusia di karavan, tapi mereka sulit ditemukan karena mereka tidak punya akar dan angin terus-menerus menghembus mereka.

Tinggalkan komentar